TAGIHAN BUKU SISWA KELAS XII TAHUN 2016



KELAS XII MIA 1
1.       12972    FINANDYA FATIHASARI
2.       13122    ANISAH AZZAHRA ANANDA PUTRI

KELAS XII MIA 2
1.       12989    WISNU WIJANARKO
2.       12998    DAFFA DEWANTARA
3.       13005    FATUROHMAN NURUL HUDA
4.       13020    RIDWAN AHMAD
5.       13036    KRISMA SARI PRATIWI SANTOSO

KELAS XII MIA 3
1.       12962    ALBERTUS ALPHERO
2.       12975    ISABELA NINA KUSNANTO
3.       12984    PETRA ELSA MULIAWATI
4.       12987    THERESIA FERNANDHA CITA S S
5.       13042    MUTIARA SINTESA PRASETYO

KELAS XII MIA 4
1.       13054    ADITYA WAHYU NUGRAHA
2.       13060    ANISA LUTFI ASTUTI
3.       13085    ZUFAR HILMY PRATYAKSA
4.       13086    ABDUL RAHMAN RIZKI WIJAYA
5.       13106    NARESWARI

KELAS XII MIA 5
1.       13134    GINANJAR MUHAMMAD PANGGALIH

KELAS XII MIA 6
1.       13117    ABRA KADYARINA
2.       13123    ATALYA PUTRI

KELAS XII AKSEL
1.       13168    ABURIZA FATURRIDZKY AKHMAD
2.       13169    ADINDA SEPTANINGTYAS
3.       13175    CINDY ELICA CIPTA

KELAS XII IPS
1.       13090    ALFI SAHLIA FIKRIANA
2.       13149    AGNES GALUH SEKARLANGIT BS
3.       13151    AMELIA AMANDA JASMINE
4.       13154    BEGAWAN ABITYOMURTI
5.       13158    GAGAS CAKRAWALA
6.       13161    LINTANG FAJAR NUGRAHANI
7.       13162    MACHRUS GAMAL PERWIRA
8.       13163    MELISA RENATA
9.       13164    NABILA SEKAR AJENG RAMADHANI Y
1-     13165    RESWARA DYAH PRASTUTY


HARAP SEGERA DIKEMBALIKAN SEBELUM WISUDA TANGGAL 21 MEI 2016.
HUBUNGI PETUGAS PERPUSTAKAAN.

AFTERLIFE : Antara Kehidupan dan Kematian

Pengarang   : Claudia Gray
Penerjemah : Mery Riansyah & Febry E.S.
Korektor       : Nani
Penerbit       : Bhuana Ilmu Populer Kelompok Populer
Tahun            : 2011
Tempat         : Jakarta
ISBN             : 9789790748606
Kolasi           : 437 p. ; 23 cm
 
Ringkasan 
Aku menggenggam tangan Lucas lebih erat. Kepalanya yang terlepas dari topangan, terkulai ke samping. Darah dari luka sayatan di dahinya telah mengalir turun sampai ke lehernya, menggenang tepat di atas jakunya. Pemandangan itu mengingatkanku pada ketika pertama kali aku menggigitnya.

Saat menghadapi berbagai masalah, cinta sejatilah yang membuat Lucas dan Bianca terus bertahan. Akan tetapi, saat salah satu dari mereka di ambang kematian, dapatkah kekuatan cinta menghidupkan mereka kembali? Ikuti akhir kisah cinta dari petualangan mereka dalam Afterlife!

INCARCERON

Pengarang   : Catherie Fisher
Penerjemah : Mery Riansyah & Febry E.S.
Korektor       : Nani
Penerbit       : Gramedia Pusraka Utama
Tahun            : 2011
Tempat         : Jakarta
ISBN             : 9786028590341
Kolasi           : 492 p. ; 23 cm
 
Ringkasan 
Yang satu di dalam, yang lain di luar. Tapi keduanya sama-sama terpenjara. 
Incarceron adalah penjara luas sehingga tidak hanya berisi sel, tetapi juga kota, hutam logam, rimba raya, dan lautan. Penjara itu terkunci dari dunia luar selama berabad-abad, dan hanya satu orang, menurut legenda, yang pernah lolos darinya.
Finn, tahanan berusia tujuh belas tahun, tidak ingat masa kecilnya dan yakin berasal dari Incarceron. Finn menemukan sebuah kunci kristal yang membuatnya dapat berkomunikasi dengan seorang gadis bernama Claudia, putri Sipir Incarceron. Claudia hidup di dunia luar dan telah dijodohkan dengan seorang pria yang dibencinya.
Finn bertekad keluar dari penjara, dan Claudia yakin dapat membantunya. Namun, mereka tidak menyadari bahwa Incarceron menyimpan begitu banyak misteri. Upaya untuk keluar begitu mustahil dan hanya nyawa taruhannya. 

baca buku ini di perpustakaan SMA N 3 Yogyakarta

Lelaki Harimau

Pengarang      : Eka Kurniawan
Penerbit          : Gramedia Pusraka Utama
Tahun               : 2012
Tempat            : Jakarta
ISBN                : 9786020312583
Kolasi              : 489 p. ; 20 cm
Ringkasan 
     Pada lanskap yang sureal, Margio adalah bocah yang menggiring babi ke dalam perangkap. Namun di sore ketika seharusnya rehat menanti musim perburuan, ia terperosok dalam tragedi pembunuhan paling brutal. Di balik motif-motif yang berhamburan, antara cinta dan pengkhianatan, rasa takut dan berahi, bunga dan darah, ia menyangkal dengan tandas. “Bukan aku yang melakukannya,” ia berkata dan melanjutkan, “Ada harimau di dalam tubuhku.” 
*** 
      Tidak ada yang menyangka Margio bakal membunuh Anwar Sadat. Bagi orang-orang, akan lebih masuk akal kalau Margio membunuh bapaknya, Komar bin Syueb. Orang-orang tahu, bapaknya lah yang selama ini membesarkannya dengan pukulan dan hardikan. Karena itulah, di balik tubuhnya yang kuat dan kekar, ia menyimpan dendam yang begitu dalam terhadap bapaknya. Berkali-kali dalam kesempatan yang berbeda ia menggumamkan keinginannya untuk membunuh Komar bin Syueb. 
       Walaupun begitu, orang-orang percaya ia takkan melakukannya. Bagaimana pun Margio bukan lelaki berandalan yang tak jelas juntrungannya. Ia adalah lelaki yang tak menyukai kekerasan. Pun, tidak ada yang menyangka bagaimana Margio membunuh Anwar Sadat. Ia menancapkan gigi-giginya ke leher lelaki tua itu. Menyempalkan potongan daging yang membungkus uratnya. Merompalkan lehernya dengan seketika. Layaknya harimau yang menerkam mangsa. 
       Seperti karya-karya lainnya, Eka Kurniawan berhasil menghipnotis pembaca masuk dalam situasi yang meyakinkan sejak awal cerita: Senja ketika Margio membunuh Anwar Sadat, Kyai Jahro tengah masyuk dengan ikan-ikan di kolamnya, ditemani aroma asin yang terbang di antara batang kelapa, dan bunyi falsetto laut, dan badai jinak merangkak di antara ganggang, dadap, dan semak lantana. – Halaman 1. 
       Sepanjang novel Lelaki Harimau ini, Eka secara konsisten menggambarkan latar dengan detil. Tidak dengan diksi yang puitis, tetapi lebih dengan pilihan kata yang jujur dan lugas. Dengan pilihan itu, Eka membuat novel ini terasa begitu gelap dan muram. Konsistensi penggambaran juga berlaku pada tokoh-tokohnya. Sebagaimana karyanya yang lain, Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau juga menyajikan berbagai sudut pandang dalam menilai konflik utama melalui tokoh-tokohnya. Sudut pandang yang ada juga diperkuat dengan latar pengalaman yang disampaikan oleh Eka. Di saat yang bersamaan, ada perkembangan dari Cantik Itu Luka ke Lelaki Harimau. Tampaknya Eka lebih sabar dan tidak gegabah untuk menceritakan semua tokoh yang ada di novelnya. 
        Beberapa tokoh seperti Kyai Jahro dibiarkan memiliki peran minor. Secara isi, novel ini sebenarnya memiliki premis yang cukup sederhana. Lembar demi lembar, pembaca diajak untuk mencari tahu mengapa Margio membunuh Anwar Sadat. Tetapi justru dalam perjalanan mengetahui itu, Eka memberikan pengalaman yang luar biasa. Cerita disampaikan dengan alur maju-mundur yang saya kira cukup rumit untuk ditulis. Penulisan khas Eka Kurniawan dengan kalimat panjang dan detil yang memanjakan imajinasi. Tetapi tak urung, gaya penulisan semacam itu yang membuat saya lelah dan gagal menyelesaikan novel ini dalam sehari. Untuk ukuran sebuah novel tipis, Lelaki Harimau sangat berbobot dan cukup menguras tenaga. Bagian favorit saya ada di akhir cerita. Menurut saya, itu seperti bagian yang ditunggu-tungu sejak cerita dituturkan. Cukup sederhana, tetapi menjadi bagian yang mencerahkan setelah diombang-ambingkan banyak fakta dan sudut pandang dari berbagai tokoh. 
         Dari akhir cerita ini, saya bisa bilang manusia itu terlalu kompleks baik jalan pikir maupun alur hidupnya. Dan apa yang dianggap sebagai ‘nilai moral’ oleh masyarakat terlalu sederhana untuk dijadikan pedoman. Novel ini cocok bagi kamu yang rindu cerita-cerita bernuansa gelap dengan latar pedesaan khas Indonesia. Cocok juga bagi kamu yang menikmati novel dengan banyak tokoh dan menjanjikan perkembangan psikologi tokoh.

Cantik Itu Luka

Pengarang      : Eka Kurniawan
Penerbit          : Gramedia Pusraka Utama
Tahun               : 2012
Tempat            : Jakarta
ISBN                : 9786020312583
Kolasi              : 489 p. ; 20 cm

Ringkasan 
Novel Cantik Itu Luka (2004) karya Eka Kurniawan bercerita mengenai keluarga besar Ted Stamler, seorang Belanda yang malang-melintang bekerja sebagai pejabat di akhir masa kolonial Belanda di Halimunda. Tempat itu adalah sebuah kota yang dilukiskan pengarang sebagai tempat menarik, penuh mitos dan begitu penting di ujung masa kolonial.

Tokoh sentral dalam novel ini adalah Dewi Ayu, anak Aneu Stamler atau cucu Ted Stamler. Dewi Ayu adalah anak perkawinan luar nikah dari dua bersaudara lain ibu. Namun kedua orang tua Dewi Ayu, Henri Stamler dan Anue Stamler meninggalkan Dewi Ayu begitu saja di depan pintu rumahnya dan mereka pergi angkat kaki ke negeri Belanda. Inilah awal kisahnya.

Di zaman Jepang sebagian besar penduduk ditangkapi oleh Jepang, terutama yang dianggap pro Belanda, termasuk Dewi Ayu. Ia diasingkan ke sebuah pulau kecil yang seram dan terpencil. Pulau ini, Bloedenkamp, adalah sebuah tempat yang mengerikan dan menjijikkan. Selain dkenal angker, di sana juga tak ada makanan disediakan . Karena itu para tawanan umumnya memakan apa yang ada di sekitar mereka termasuk cacing, ular ataupun tikus. Kekejaman dan kehausan seksual Jepang di Bloedenkamp telah memanggil nurani Dewi Ayu untuk memberikan dirinya kepada seorang tentara Jepang untuk disetubuhi.

Dewi Ayu sendiri, sebagaimana kenyataan di ujung Pemerintahan Kolonial Belanda, berada dalam kesulitan sosial dan ekonomi. Setelah mengalami kegetiran bersama penduduk di Bloedenkamp, Dewi Ayu bersama gadis-gadis lainnya dibawa diam-diam oleh Jepang ke tempat pelacuran Mama Kalong di Halimunda. Mereka dipaksa menjadi pelacur. Mama Kalong adalah germo yang paling terkenal dan profesional di sana. Namun pada masa berikutnya rumah pelacuran Mama Kalong menjadi terkenal dan identik dengan Dewi Ayu, ia menjadi selebriti di kota tersebut. Ketenarannya menyamai nama-nama penguasa di kota tersebut. Bahkan Halimunda sendiri menjadi identik dengan kecantikan pelacur Dewi Ayu.

Dewi Ayu melahirkan empat anak yang tidak dikehendakinya, tiga di antaranya sangat cantik dan diminati banyak lelaki di kota Halimunda. Ketiga putrinya yang cantik itu adalah Alamanda, Adinda dan Maya Dewi. Kecantikan tiga putri itu juga menjadi malapetaka bagi keluarganya sendiri. Karena itu, saat ia hamil pada keempat kalinya, ia berdoa agar anaknya dialahirkan buruk rupa. Sebab kecantikan akan membawa mereka ke dalam petaka. Anaknya yang keempat ini benar lahir dengan menjijikkan namun punya keajaiban, ia diberi nama Cantik. Namun si buruk rupa akhirnya juga terjebak dalam perselingkuhan dengan sepupunya, Krisan.

Alamanda dikawini paksa oleh seorang komandan tentara, Shodanco, setelah diperkosa. Perkwinan itu sungguh tidak dengan rasa cinta, melainkan kebencian yang begitu bergelora. Karena itu 5 tahun perkawinan mereka tak melahirkan anak sebab Alamanda selalu memakai celana besi dan azimat. Dari perkawinan mereka melahirkan anak Nuraini. Adinda menikah dengan Kamerad Kliwon, seorang pemuda genteng, tokoh politik dan terkenal di kota itu. Kamerad Kliwon adalah mantan pacar sejati Alamanda. Perkawinan mereka melahirkan anak Krisan. Maya Dewi menikah dengan seorang tokoh preman dan penguasa terminal, namanya Maman Gendeng. Mereka menikah saat Maya Dewi berumur dua belas tahun tetapi baru disetubuhi saat umur 17 tahun. Kemudian mereka dikaruniai anak, Rengganis Si Cantik.

Si Cantik, anak Dewi Ayu keempat, si bungsu buruk rupa, hidup bersama pembantu yang bisu, Rosina. Ia bercinta-buta dengan Krisan setelah kematian Rengganis Si Cantik. Cantik dan Krisan melahirkan seorang anak yang meninggal sebelum diberi nama. Sebelumnya Krisan juga bercinta buta dengan anak tantenya, Rengganis Si Cantik. Rengganis Si Cantik melahirkan juga seorang anak tak bernama, kemudian diserahkan pada ajak-ajak liar. Krisan membunuh Rengganis Si Cantik di tengah laut untuk menutupi perbuatan zinanya itu. Kinkin adalah anak penggali kuburan yang bisa berhubungan dengan roh orang mati dengan permainan jelangkung. Ia satu kelas dengan Rengganis Si Cantik. Walaupun penampilannya kumal dan pendiam namun diam-diam ia mencintai Rengganis Si Cantik. Ketika Rengganis Si Cantik diketahui hamil dengan isu bahwa seekor anjing telah memperkosanya, ia sangat kecewa.

Kinkin tetap tak percaya bahwa Anjing telah memperkosa Rengganis Si Cantik. Namun ia mau menjadi bapak anak yang dikandung Rengganis tetapi tidak kesampaian. Setelah kematian Rengganis Si Cantik, Kinkin selalu mencari siapa pembunuh orang yang dicintainya itu. Roh Rengganis pun tidak mau mengatakan pembunuh dirinya, sebab ia sangat mencintai orang yang membunuhnya. Akhirnya, lewat susah-payah ia menemukan juga pembunuh Rengganis dari roh yang tidak dikenal. Pembunuhnya adalah Krisan, sepupunya, sekaligus kekasih yang sangat dicintai Rengganis. Setelah itu Kinkin mencari Krisan, dan membunuhnya di rumah Cantik si buruk rupa.
***

Paragraf pembuka novel ini sungguh menakjubkan, kalimatnya lancar dan puitik. Ada jalinan keindahan logika yang teratur. Pengarang memulai cerita dengan sesuatu yang menyentak, membuat pembaca tertarik. Kalimat-kalimat awal membawa pembaca mulai bertyanya-tanya tentang peristiwa apa yang akan terjadi berikutnya. Novel yang terkesan mendekonstruksi dunia sosial-budaya dan pikiran ini sengaja diantarkan oleh pengarang dengan kekacauan suasana pada awal cerita. Kebangkitan Dewi Ayu, seorang pelacur terkenal di Halimunda, membuat orang kampung heboh; orang-orang dan benda-benda tunggang-langgang ketakutan dan takjub. Dewi Ayu meninggal 21 tahun lalu, setelah 12 hari klelahiran Cantik si buruk rupa. Dewi Ayu sendiri mati dengan keanehan; ia sendiri tahu jam kematiannya, sehingga ia memandikan badannya sendiri serta mengkafani dengan kain putih.

Sebagaimana tergambar dalam awal cerita, buku ini ditulis dengan “menunggang-langgangkan” cara berpikir pembaca, mengedepankan dekonstruksi bentuk dan ide. Lembaran pertama dari buku ini sesungguhnya lembaran kehidupan baru, cerita hari ini. Kemudian, halaman 3-10 adalah episode terakhir dari kehidupan Dewi Ayu. Namun lompatan dari “kini” dan masa “lampau” tidak begitu susah bagi pengarang, ia hadir bagai angin menelusup ke jeruji-jeruji besi, atau mengibas ke dalam pakaian dalam kita. Tak terasa, menyegarkan, sehingga pembaca menginginkan bersamanya lebih lama. Pembaca tergoda untuk menelusuri kisahnya. Pengarang tampaknya meniru model penulisan sejarah kritis, mulai dari akibat (masa kini) terus mencari ke sebab dengan menerangkan struktur-struktur sosial-budaya yang ada di dalamnya. Novel ini berada dalam bingkai diakronik, atau prosesual sejarah. Unsur waktu dalam novel ini bergerak dari zaman akhir kolonial, zaman Jepang, pergolakan politik tahun 1960-an dan sesudahnya. Dewi Ayu sendiri adalah keturunan “nyai” zaman kolonial. Putri-putrinya walaupun tidak menjadi pelacur tetapi mengalami tragedi-tragedi seksual dan keperempuanan. Keturunan Dewi Ayu, sebagaimana Dewi Ayu tidak mengalami cinta sebagaimana dikehendaki, cinta mereka penuh hambatan, tantangan dan siksaan. Tragedi cinta itulah yang diolah oleh pengarang, dengan memberinya latar sosio-politik dan kultural yang kuat.