Panggil Aku Kartini Saja

Pengarang     : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit         : Lentera Dipantara
Tahun              : 2012
Genre             : Biografi Tokoh Sejarah Nasional Indonesia
Kolasi              301 p. : 22.5 cm
Sinopsis 
Intro                :
Kartini adalah orang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia yang menutup zaman tengah, zaman feodalisme pribumi yang 'sakitan' menurut istilah Bung Karno. Bersamaan dengan batas sejarah pribumi ini, mulai bergerak pula penjajahan kuno Belanda atas Indonesia dan memasuki babak sejarah penjajahan baru; imperialisme modern. Dua macam arus sejarah yang mengalir pada waktu yang bersamaan dalam masa hidup Kartini ini, banyak menerbitkan salah paham orang tentang posisi Kartini di tengah-tengah dua arus yang kencang menderas itu. Salah paham itu berjangkit di kalangan phak Belanda sendiri (progresif atau tidak) dan di kalangan pihak indonesia, terutama kaum nasionalis pertama-tama. Pihak Belanda menganggap Kartini sebagai contoh terbaik daripada 'didikan' nya yang bisa diberikannya kepada pribumi jajahannya dan karenanya tanpa ragu - ragu selalu mengedepankannya, yaitu sebagai sebuah kopi yang berhasil dari usahanya mengadabkan bangsa Indonesia, malah menghidangkannya dengan manisnya kepada bangsa Indonesia sudah sejak sekolah rendah gubernemen yang berbahasa Indonesia. Pada pihak Indonesia sendiri sebenarnya terdapat dua pendapat. Pertama pihak yang ragu - ragu menerima Kartini, karena wanita itu tidak lain daripada 'orang Belanda', dan mengambil sikap lebih baik diam-diam saja melihat pihak Indonesia yang lain, yang berpendapat sebaliknya, tanpa sesuatu kecurigaan menerima Kartini sebagai pahlawan bangsanya. Dalam keragu-raguan tanpa berbuat sesuatupun, baik penyelidikan ataupun penilaian tentu di luar keluarbiasaan keluarbiasaan sebenarnya mereka semakin menghambat atau menunda penyelesaian, dan melihat upacara - peringatan Kartini dengan sinisme yang tidak dicobanya untuk merumuskan perasaannya secara wajar.
Buku ini disusun dengan harapan untuk bisa membuat konfrontasi dengan pihak yang ragu-ragu tersebut. Dua macam arus sejarah tersebut tidak perlu mengaburkan posisi Kartini. Bagi Kartini sendiri sudah jelas 'tujuan adalah Rakyat' , dan dalam hal ihni segala jalan yang mungkin bagi keuntungan rakyatnya adalah 'diberkahi'. Sebagai seorang wanita, yang sebenarnya berdiri sendiri, tanpa suatu dukungan organisasi massa yang waktu itu memang belum lahir, perjuangan dan masalah-masalah yang dihadapinya sebenarnya jauh lebih berat. Dari sini saja orang telah dapat mengerti mengapa jalan, bentuk, dan warna perjuangannya menjadi begitu rupa. Kekuatan dan kekuasaannya hanya di bidang moral, lebih dari itu sama sekali tidak ada. Ia tidak punya alat-alat untuk mewujudkan konsep-konsep pemikirannya. Bahkan boleh dikata segala pihak menentangnya. Bukanlah percuma kalau ia mengatakan 'Sayang! Kekuasaan tiada padaku, baiklah aku berdiam diri saja tentang itu'.
Sering dan banyaknya Kartini bergaul dengan orang-orang Belanda, pada banyak orang Indonesia yang ragu-ragu, tidak jarang menimbulkan dugaan yang bukan-bukan tentang posisi Kartini dalam perjuangan. Dalam hal ini patut pula diperingatkan, bahwa dugaan yang bukan-bukan itu tidak lain daripada anakromisme historik, karena nasionalisme pertama-tama, yang timbul di negeri-negeri jajahan, karena nasionalisme sampai pada waktu itu merupakan pengertian dan istilah yang khas barat. Maka penguasaan dan istilah itu mau tak mau jugamesti melewati pergaulan BaratKarena itu juga tidak mengherankan apabila pada taraf bangkitnya kesadaran nasional itu, dapat dipastikan adanya 'kerjasama' antara Barat dengan kaum intelektual jajahan. 
Kartini hidup dalam taraf kesadaran nasional yang paling pertama. Melupakan fakta historik ini, adalah tak mau tahu tentang posisi Kartini dalam zamannya sendiri.  
 


0 komentar: