Rumah Kebangsaan : Dalem Jayadipuran Periode 1900 - 2014

Penulis                : Darto Harnoko
                               Sri Retno Astuti 
Penerbit              : Kemendikbud Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta
Tahun                   : 2014
Kolasi                  : x, 136 p. : ill ; 25 cm
Ringkasan Isi      :
Penelitian ini menekankan peran Dalem Jayadipuran periode 1900 - 2014 terutama yang berkaitan dengan kegiatan - kegiatan yang diselenggarakan di Dalem Jayadipuran. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah. Penelitian ini melihat seberapa jauh Dalem Jayadipuran akan menjadi bermakna dan dapat berkisah tentang masa lampaunya? Sudah barang tentu keterlibatan penghuninya perlu dijelaskan dan aktivitas apa yang dijalankan terutama pada periode tersebut di atas.

Dalem Jayadipuran menjadi terkenal karena didiami oleh bangsawan kraton yang bernama KRT Jayadipura. Ia dikenal sebagai arsitek bangunan dan seniman serba bisa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin melihat sampai seberapa jauh peranan KRT Jayadipura pada anak jamannya dikenal sebagai pelaku dan penggerak budaya sekaligus tokoh gerakan kebangsaan. Selain itu, juga ingin melihat bagaimana pergaulannya dengan tokoh-tokoh kebagnsaan sehingga dalem tersebut menjadi pusat aktifitas bertemunya para tokoh gerakan kebangsaan. Aktivitas apa yang dijalankan sehingga Dalem Jayadipuran pada periode tersebut di atas sudah nampak wajah dekolonisasi atau dengan kata lain mengapa Dalem Jayadipuran dipakai untuk kegiatan - kegiatan yang memiliki nafas ke-Indonesiaan. Oleh karena itu perlujuga diungkapkan bagaimana kondisi Dalem Jayadipuran, pemikiran KRT Jayadipuran itu juga dilihat peristiwa-peristiwa apa yang memayungi Dalem Jayadipuran memiliki nafas ke-Indonesiaan.
Dalem Jayadipuran dahulunya merupakan rumah yang pernah ditempati menantu Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Dalem ini terletak di luar beteng kraton tepatnya di sisi timur dari kraton Ngayogyakarta. Dalem Jayadipuran pada mulanya merupakan rumah tinggal dari salah seorang abdi dalem kraton Yogyakarta. Abdi dalem ini bernama Reden Tumenggung Dipowinata, pada waktu itu oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII diberi 'hak anggaduh tanah', yang kemudian dibangun satu rumah tinggal. Rumah itu dibangun pada tahun 1874, yang kemudian digunakan untuk tempat tinggal. Rumah ini kemudian dikenal dengan nama dalem Dipowinatan, bahkan nama kampung tempat berdirinya dalem ini kemudian dinamakan kampung Dipowinatan dan hingga sekarang nama kampung itu ditempati oleh KRT Jayadipura. Setelah Jayadipura mendapat hadiah dalem Dipowinatan, sudah tentu segala sesuatu yang berada di atas dalem itu menjadi hak miliknya. Pada waktu itu karena lama tidak digunakan sebagai tempat tinggal,kondisi bangunan dalem Dipowinatan tidak begitu baik, maka oleh Jayadipura dalem itu kemudian diperbaiki dan direnovasi. Oleh karena beliau seorang arsitek maka bangunan itu dirubah menjadi sebuah bangunan rumah Jawa tradisional dan diberi sentuhan bangunan gaya Eropa, seperti yang terlihat pada dinding sudut siku pada ruangan di pendapa, yang semula merupakan pringgitan kemudian dibangun sebuah ruangan untuk keperluan pentas. Adapun bentuk rumah bangunan itu sampai sekarang masih sangat baik dan kokoh dengan segala ragam rias yang ada di dalamnya. 
KRT. Jayadipura yang dikenal sebagai seorang seniman yang serba bisa dengan pengetahuannya yang luas menjadikan beliau seorang pangeran yang mempunyai pendidikan dan pandangan maju, maka beliau mempersilahkan tempat tinggalnya untuk dijadikan tempat kegiatan yang berhubungan dengan perjuangan untuk kemajuan bangsa. Oleh karen aitu Dalem Jayadipuran pada masa pergerakan sering digunakan sebagai tempat - tempat kongres, antara lain yaitu Kongres Jong Java (1919, 1923, 1924, 1928), Kongres Jong Islamieten Bond (1925), Kongres Pembubaran INPO, untuk dilebur dalam KPI (1927). Selain itu pada tahun 1927 digunakan sebagai tempat rapat umum PNI dimana Bung Karno berpidato pertama kalinya. Kemduan pada tahun 1928 digunakan sebagai tempat Kongres Perempuan I, yang diketuai oleh Ny. Soekonto. Semua ini dilakukan oleh Jayadipura tidak lepas dari jiwa kepahlawanannya dan keinginannya untuk kemajuan bangsa Indonesia.  
Setelah KRT. Jayadipura meninggal pada tahun 1938, dalem ini dirawat oleh kerabatnya, karena satu-satunya putera Jayadipura sudah meninggal saat berusia masih bayi, sehingga dapat dikatakan bahwa Jayadipura tidak mempunyai putera. Pada tahun 1950 - 1983, dalem ini disewa oleh Departemen Kesehatan yang digunakan untuk kantor dan balai pengobatan terutama untuk Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit Framboesia dan Kelamin.
Dari kerabat Jayadipura kepemilikan terakhir dalem ini berada di tangan KRT. Yudokusuma, yang akhirnya dalem ini beralih kepemilikannya setelah dibeli oleh Direktur Kedaulatan Rakyat yaitu Somadi Martono, SH pada tahun 1983. Selanjutnya pada tahun 1984 dalem Jayadipura dibeli oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Proyek dari kantor Pelestarian dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (BP3) Daerah Istimewa Yogyakarta, sesuai akte pelepasan hak No. 36 tahun 1984 terhadap tanah persil nomor 2501, yang terletak di Kampung Dipowinatan Kecamatan Mergangsan Blok nomor XII. 

Silahkan membaca buku karya ilmiah ini hanya di PADMANABA Library
SMA Negeri 3 Yogyakarta   

0 komentar: