Nilai Budaya dan Filosofi Upacara sekaten di Yogyakarta

Pengarang      : Yuwono Sri Suwito
                           Tirun Marwito
                           M. Damami
Penerbit           : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta
Tahun                : 2010
Di                      : Yogyakarta
Kolasi               : xi, 137 p. : ill ; 30 cm
Ringkasan isi  : 

Sekaten merupakan Upacara yang diadakan setahun sekali di lingkungan Kraton Yogyakarta Hadiningrat. Sekaten merupakan salah satu upacara adat yang menjadi perlambang adanya interaksi raja dengan rakyatnya. Upacara ini juga merupakan proses komunikasi sosial antara raja dengan rakyatnya sebagaimana tampak dalam beberapa prosesi yang dilaksanakan. Simbol dari kehadiran Sultan, udhik - udhik, sampai Garebeg menguatkan posisi Sultan sebagai penjaga gawang budaya dan kesatuan masyarakat yogyakarta dimana posisinya yahng secara kultural sangat tinggi namun secara sosial dapat dikatakan sangatlah dekat dengan rakyatnya. 

Sekaten merupakan upacara yang telah dilaksanakan jauh sebelum Kasultanan Yogyakarta ada. Sejarah panjang upacara ini menjadikan Sekaten memiliki karakter di tiap - tiap bekas kerajaan yang pernah memegang hegemoni di Pulau Jawa seperti Demak, Cirebon, maupun Surakarta. Buku Nilai Budaya Filosofi Sekaten di Yogyakarta yang mengupas sejarah Sekaten, prosesi dalam upacara Sekaten, diharapkan dapat menjadi media sosialisasi kepada masyarakat tentang upacara Sekaten. 
Upacara Sekaten bagi kerajaan-kerajaan Islam di Jawa merupakan salah satu upacara yang telah dilaksanakan sejak jaman Demak, kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Upacara ini juga tidak bisa dilepaskan dari proses Islamisasi yang dilakukan oleh Wali Sanga dengan menggunakan sarana budaya dalam menjalankan dakwahnya. Rutinitas yang telah dilakukan lebih dari 500 tahun ini tentunya berlangsung dengan disertai perubahan dan perkembangan di dalamnya. Masyarakat jawa yang tidak pernah bisa lepas dari simbol-simbol, terus mencoba menjaga kelelarasan simbol yang terkandung dalam berbagai prosesinya.
Perjalanan panjang Upacara Sekaten secara berangsur juga telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan sesuai peralihan jaman. Beberapa aktivitasnya telah mengalami penyederhanaan - penyederhanaan . Di sisi lain, masyarakat juga belum sepenuhnya memahami dan mengetahui makna nilai budaya maupun filosofi atas berbagai hal yang ada dalam rangkaian prosesi Upacara Sekaten secara keseluruhan. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi tingkat apresiasi masyarakat terhadap Upacara Sekaten itu sendiri, yang sebenarnya merupakan salah satu budaya luhur para pendahulu kita.
Pada tahun 2010, Upacara Sekaten berlangsung dalam fase Sekaten Tahun Dal. Upacara Sekaten dilaksanakan sedikit berbeda dengan Upacara Sekaten pada tahun-tahun lainnya. Ada beberapa prosesi yang memang hanya dilaksanakan pada Upacara Sekaten Tahun Dal. tahun Dal yang dalam perhitungan kalender Jawa terjadi 8 (delapan) tahun sekali ini, tentu memiliki makna tersendiri.

Sejarah awal mula Upacara Sekaten di Kerajaan Demak Bintara.
Raja - raja Hindu Jawa pada awalnya melaksanakan berbagai macam upacara keagamaan. Salah satu upacara keagamaan yang dilakukan oleh raja - raja Hindu Jawa adalah upacara kurban raja dikenal dengan sebutan rajamedha atau rajawedha. Upacara rajamedha atau rajawedha adalah upacara pemberian berkah raja kepada rakyatnya. Upacara ini bertujuan agar kerajaan dan seluruh isinya mendapatkan keselamatan, kesejahteraan, dan terhindar dari segala marabahaya. Pada masa Hindu, upacara kurban raja ini dilaksanakan satu tahun sekali untuk  menyambut datangnya tahun baru Caka. 
Pada upacara kerajaan tersebut, raja selaku pimpinan upacara diyakini sebagai keturunan dewa akan memberikan berkahnya kepada rakyatnya berupa percikan air atau berbagai macam makanan. Upacara Kerajaan Hindu Rajamedha ini mendapatkan  sambutan luar biasa dari masyarakat di masa itu. Upacara ini dilaksanakan selama 7 hari secara berturut - turut, di awali dengan mempersiapkan berbagai macam sesaji yang diperuntukkan kepada dewa tertentu. Kemudian dilakukan selamatan berupa permohonan doa pemujaan dan disertai dengan nyanyian serta bunyi-bunyian. Sebagai upacara kerajaan , upacara ini dilakukan secara besar- besaran dan melibatkan seluruh punggawa kerajaan dan dihadiri oleh rakyatnya.
Pada waktu7 berdirinya Kerajaan Demak Bintara sebagai Kerajaan Islam di tanh Jawa, Raden Patah sebagai raja pertama berniat menghapus segala macam upacara keagamaan yang sudah ada sebelumnya. Dengan harapan masyarakat Jawa dapat memeluk agama Islam secara sempurna dan kafah serta terlepas dari pengaruh animisme dan Hindu. Namun upaya tersebut ternyata tidak membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Banyak masyarakat Jawa yang justru tidak tertarik, dan bahkan meninggalkan agama Islam karena merasa sangat asing dengan ajaran baru dan budaya yang mereka lakukan selama ini. Kerajaan Demak yang baru saja berdiri membutuhkan dukungan dan legitimasi dari masyarakat jawa masa itu. Oleh karenanya Sunan Kalijaga berusaha menarik simpati masyarakat Jawa  untuk memeluk  agama Islam dengan menghidupkan kembali upacara kurban raja yang dilakukan raja-raja Hindu sebelumnya diganti dengan nama Upacara Sekaten.
Sekaten berasal dari bahasa Arab syahadatain, berarti meyakini akan 2 kebenaran yang diwujudkan dalam pernyataan Syahadat Tauhid yaitu keyakinan keesaan Allah SwT dan Syahadat Rosul yaitu keyakinan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul utusan Allah SwT. Kedua syahadat itu merupakan pernyataan keyakinan bagi orang yang akan masuk agama Islam atau rukun Islam yang pertama.Dengan demikian orang yang datang dalam upacacara itu, akan mengucapkan kalimat syahadat yang artinya dia akan masuk ke dalam ajaran agama Islam.
Upacara Sekaten yang dilaksanakan pertama kali di Kerajaan Demak Bintara adalah untuk memperingati Maulid nabi Muhammad s.a.w. Perayaan upacara Sekaten tersebut dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiulawal 907 H (1425 Saka/ 1503 Masehi), bersamaan dengan penobatan Raden Patah sebagai Sultan Demak. 
   
    
Buku Nilai Budaya dan Filosofi Upacara Sekaten di Yogyakarta ini secara garis besar akan meliputi 3 (tiga) hal utama, yaitu :
1. Upacara Sekaten dari Masa ke Masa
    Penelusuran kembali sejarah Upacara Sekaten yang telah dilaksanakan sejak awal masuknya Islam ke Pulau Jawa (masa Kerajaan Demak) sampai periode Kerajaan Mataram Islam di Surakarta (sebelum terpecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta)
 
2. Perbedaan dan Pengembangan Upacara Sekaten 
        Prosesi Upacara Sekaten yang dilaksanakan di Kasultanan Yogyakarta (sejak perjanjian Giyanti 1755) sampai dengan masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana X. Juga termasuk tentang Upacara Sekaten pada Tahun Dal. 
3. Nilai Budaya dan Filosofi Upacara Sekaten 
          Makna nilai budaya dan filosofi yang terkandung dalam seluruh rangkaian Upacara Sekaten yang dilaksakan di Yogyakarta.   


Silahkan membaca buku ini di PADMANABA library
 

0 komentar: