Serat Angger Pradata Awal & Pradata Akir Di Kraton Yogyakarta

Penulis           : Endah Susilantini
Penerbit         : KemDikBud Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta
Tahun              : 2014
Kolasi             : vi, 144 p. : ill ; 25 cm
Ringkasan isi :
Serat Angger adalah salah satu naskah kuna yang dihasilkan di masa lalu. Naskah ini berisi tentang aturan perundang-undangan yang mengatur hukum di masa lalu. Serat Angger ditulis ketika masa Hamengkubuwana VI. Tentunya ada maksud tertentu mengapa kemudian Sultan Hamengkubuwana VI menganggap penting untuk menulis kembali Serat Angger ini. Pasti ada alasan-alasan tertentu yang ingin diungkapkan dalam serat tersebut. Apalagi di masa itu aturan perundang - undangan yang berlaku adalah hukum kerajaan dan hukum kolonial.

Nasah Serat Angger merupakan salah satu naskah koleksi Perpustakaan Negeri Sanabudaya, Yogyakarta dengan nomer koleksi PBA. 196. Naskah tersebut berisi tentang perundang-undangan tradisional yang diberlakukan di Kraton Kasultanan Yogyakarta. Undang - undang tersebut mengatur sistem bermasyarakat, bernegara, serta mengandung nilai-nilai kearifan tradisional yang diteladani untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Naskah tersebut berisi tentang perundang-undangan atau Angger-angger yang berlaku di Kraton Kasultanan Yogyakarta, tepatnya dalam pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VI.
Serat Angger PBA. 196 ditulis oleh Raden Lurah Atmasuteja, abdi dalem lurah ponakawan, putra ing Kedhaton, berdasarkan naskah induk milik Raden Riya Yudaprawira, bupati wadana dhistrik di Kalibawang. Penulisan naskah ini dilakukan atas perintah Sri Sultan Hamengkubuwana VI (1855-1877) yang diperintahkan menulis pada tanggal 1 muharram tahun jimakir 1796 atau tanggal 26 mei 1865.
Serat Angger ditulis pada hari Ahad Wage, tanggal 23 jumadilakhir 1749, adalah merupakan surat peringatan atas nama Kanjeng Sinuhun Hamengkubuwana Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatollah. Surat tersebut disampaikan Sultan kepada Tumenggung Natapraja yang dijadikan sebagi jaksa di pradata. Ia ditugasi oleh Sultan untuk mengadili semua rakyat yang bertengkar dan berselisih. Di samping itu, tumenggung Natapraja juga diminta untuk menggunakan hati yang sungguh-sungguh dan bersih serta ikhlas. Selain Tumenggung Natapraja yang diberi wewenang untuk melerai pertengkaran, juga dibantu oleh kawan-kawannya. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk membenarkan atau mengadili kepada semua rakyat yang bertengkar, kecuali yang naik ke ranah hukum. Sesuatu yang diakibatkan oleh kekuasaan dan kecuali yang disebabkan menangani masalah rumah tangga antara suami danisteri ditangani oleh Tumenggung Natapraja sendiri. Di samping itu, urusan peradilan di pemerintah ditugaskan kepada Adipati Danureja. Peringatan perundangan yang dikeluarkan oleh Sultan ada dua hal, antara lain peradilan pradata, dan peradilan surambi.  
Mengenai peraturan tentang perundang-undangan tradisional yang dibuat oleh Sultan Hamengkubuwana adalah Serat Angger Pradata Awal dan Serat Angger Pradata Akhir. Serat Angger Pradata Awal terdiri dari 42 bagian, sedangkan Serat Angger Pradata Akhir terdiri dari 21 bagian. Mengenai isinya, Serat Angger Pradata Awal lebih banyak hal-hal yang diungkapkan dan tidak terdapat dalam isi Serat Angger Pradata Akhir, meskipun ada beberapa perbedaan dari kedua Angger tersebut. Baik Angger Pradata Awal maupun Angger Pradata Akhir, ditujukan kepada seluruh rakyat di Wilayah Kerajaan Mataram (Yogyakarta). Undang-undang  tersebut hanya diberlakukan setelah terjadinya Perjanjian Giyanti (1755) atau setelah terjadinya palihan nagari. Adapun peringatan atau Angger - angger tersebut tidak berlakunya jika diberlakukannya sebelum peristiwa perjanjian Giyanti.  
  
Buku dapat dibaca di perpustakaan SMA Negeri 3 Yogyakarta
 

0 komentar: